- Sita Persamaan atau
Vergelijkend Beslag, diatur dalam Pasal 463 Rv sebagai berikut:
- Apabila juru sita akan
melakukan penyitaan dan menemukan barang-barang yang akan disita
sebelumnya telah disita, maka juru sita tidak dapat melakukan penyitaan
lagi. Namun juru sita mempunyai wewenangan untuk mempersamakan
barang-barang yang disita dengan Berita Acara Penyitaan yang harus
diperlihatkan oleh tersita kepadanya. Juru sita kemudian dapat menyita
barang-barang yang tidak disebut dalam Berita Acara itu dan segera
kepada penyita pertama untuk menjual barang-barang tersebut secara
bersamaan dalam waktu sebagaimana ditentukan dalam Pasal 466 Rv. Berita
Acara sita persamaan ini berlaku sebagai .sarana pencegahan hasil
lelang kepada penyita pertama.
- Sita persamaan tidak diatur
dalam HIR maupun R.Bg, tetapi diatur dalam Pasal 463 Rv yang mengatur
tentang eksekusi barang bergerak.
- Namun demikian telah
berkembang dalam praktek bahwa sita persamaan itu dapat saja dilakukan
terhadap barang tidak bergerak, yang tata caranya mengikuti ketentuan
dalam Pasal 463 Rv.
- Ketentuan yang hampir serupa
terdapat dalam Pasal 11 ayat (12) Undang-undang PUPN, Undang-undang No.
49 Tahun 1960, sebagai berikut:
- Atas barang yang terlebih
dahulu disita untuk orang lain yang berpiutang tidak dapat dilakukan
penyitaan. Jika jurusita mendapatkan barang yang demikian, ia dapat
memberikan salinan putusan Surat paksa sebelum tanggal penjualan
tersebut kepada Hakim Pengadilan Negeri yang selanjutnya menentukan
bahwa penyitaan yang dilakukan atas barang itu akan juga dipergunakan
sebagai jaminan untuk pembayaran hutang menurut Surat paksa.
- Apabila setelah dilakukan
penyitaan, tetapi sebelum dilakukan penjualan barang yang disita
diajukan permintaan untuk melaksanakan suatu putusan Hakim yang
ditujukan terhadap penanggung hutang kepada Negara, maka penyitaan yang
telah dilakukan itu dipergunakan juga sebagai jaminan untuk pembayaran
hutang menuntut putusan Hakim itu dan Hakim Pengadilan Negeri jika perlu
memberi perintah untuk melanjutkan penyitaan atas sekian banyak barang
yang belum disita terlebih dahulu, sehingga akan dapat mencukupi untuk
membayar jumlah uang menurut putusan-putusan itu dan biaya penyitaan
lanjutan itu.
- Dalam hal yang dimaksud dalam
syarat-syarat 1 dan 2, Hakim Pengadilan Negeri menentukan cara pembagian
hasil penjualan antara pelaksana dan orang yang berpiutang, setelah
mengadakan pemeriksaan atau melakukan panggilan selayaknya terhadap
penanggung hutang kepada Negara, pelaksana dan orang yang berpiutang.
- Pelaksanaan dan orang yang
berpiutang yang menghadap atas panggilan termaksud dalam ayat (3), dapat
meminta banding pada Pengadilan Tinggi atas penentuan pembagian
tersebut.
- Segera setelah putusan
tentang pembagian tersebut mendapat kekuatan pasti, maka Hakim
Pengadilan Negeri mengirimkan suatu daftar pembagian kepada juru lelang
atau orang yang ditugaskan melakukan penjualan umum untuk dipergunakan
sebagai dasar pembagian uang penjualan.
- Oleh karena Pasal tersebut
berhubungan dengan penyitaan yang dilakukan oleh PUPN, maka sita
tersebut adalah sita eksekusi dan bukan sita jaminan, dan objek yang
disita bisa barang bergerak atau barang tidak bergerak.
- Sita persamaan barang tidak
bergerak harus dilaporkan kepada Badan Pertanahan Nasional atau
Kelurahan setempat.
- Apabila sita jaminan (sita jaminan
utama) telah menjadi sita eksekutorial dilelang atau sudah dieksekusi
riil, maka sita persamaan dengan sendirinya menjadi hapus demi hukum.
- Apabila sita jaminan (sita
jaminan utama) dicabut atau dinyatakan tidak berkuatan hukum, maka sita
persamaan sesuai dengan urutannya menjadi sita jaminan (sita jaminan
utama).
Sumber:
– Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan Perdata
Khusus, Buku II, Edisi 2007, Mahkamah Agung RI, Jakarta, 2008, hlm. 83-85.
|